-->

Pengertian, Tujuan dan Jenis Evaluasi Dalam Pendidikan

Pengertian, Tujuan dan Jenis Evaluasi Dalam Pendidikan

Dalam penyelenggaraan pendidikan, dikenal dengan adanya evaluasi pendidikan. Secara sederhana, evaluasi dipahami sebagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh info mengenai acara yang telah dijalankan. Mengutip buku Djemari Mardapi, kita akan memperoleh beberapa definisi mengenai evaluasi. Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) ialah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler (1950), evaluasi ialah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi perihal evaluasi, namun semuanya selalu memuat problem info kebijakan, yaitu info perihal pelaksanaan dan keberhasilan suatu acara yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya. Evaluasi didefinisikan sebagai proses untuk memperoleh info guna memilih aternatif terbaik (stufflebem & Shinkfield: 1985). Evaluasi selalu bekerjasama dengan kebijakan dan dilakukan bahu-membahu dengan pembuat kebijakan (Djemari Mardapi, 2012: 26). 


Tujuan

Selain itu, Nitko & Brookhart (2011: 6-7) juga mengemukakan pendapatnya mengenai evaluasi menyerupai berikut, evaluation is defined as the process of making a value judgment about the worth of a students product or performance. Kemudian, Nitko & Brookhart, melanjutkan bahwa, not all evaluations are of individual students. You can evaluate a textbook, a set of instructional matrials, an educational program, or a school. Artinya, evaluasi didefinisikan sebagai proses penentuan kebijakan mengenai produk dan atau performa siswa. Selanjutnya, tidak semua evaluasi digunakan untuk mengevaluasi siswa secara individu. Melainkan, evaluasi dapat digunakan untuk mengevaluasi buku teks, perangkat pembelajaran, acara pembelajaran atau sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa, dalam praksis pendidikan, evaluasi tidak hanya berkaitan dengan upaya untuk memperoleh hasil dari acara berguru akseptor didik. Melainkan juga, evaluasi dapat digunakan untuk memperoleh info mengenai acara pembelajaran dalam lingkup kelas maupun sekolah. 

Berdasarkan definisi yang ada, Djemari Mardapi menyimpulkan bahwa, berdasarkan cakupannya evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yakni evaluasi secara makro dan mikro. “Evaluasi makro cenderung menggunakan sampel dalam menelaah suatu acara dan dampaknya. Evaluasi yang bersifat makro, sasarannya ialah acara pendidikan, yaitu acara yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Sedangkan, evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian berguru akseptor didik. Pencapaian berguru ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada akseptor didik. Jadi, sasaran evaluasi mikro ialah acara pembelajaran di kelas dan yang menjadi penaanggungjawabnya ialah pendidik untuk sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi tinggi (Mardapi, 2012: 29).

Selanjutnya, Bambang Subali menawarkan contoh evaluasi mikro dan makro menyerupai berikut, evaluasi pada skala mikro ialah evaluasi acara pembelajaran di kelas. Evaluasi acara dalam skala mikro ini pada umumnya dilaksanakan secara periodik dalam waktu yang relatif singkat selama berlangsungnya acara pembelajaran di kelas. Dalam hal ini, dikenal dengan istilah evaluasi formatif. Evaluasi formatif ialah evaluasi yang dilaksanakan selama berlangsungnya acara pembelajaran. Oleh alasannya ialah itu, dari sisi acara disebut pula dengan istilah evaluasi proses pembelajaran. Hal yang dijadikan dasar untuk melaksanakan evaluasi formatif ini ialah hasil penilaian asesmen formatif yang datanya dihimpun melalui pengukuran dan pengamatan oleh guru yang bersangkutan berdasarkan hasil penilaian selama berlangsungnya proses pembelajaran oleh guru yang bersangkutan. Guru dapat menghimpun data dan info yang berkait dengan kemajuan berguru akseptor didik, juga bila ada kesulitan yang dihadapi akseptor didik. Atas dasar hasil evaluasi formatif selama berlangsungnya proses pembelajaran itulah guru dapat menyempurnakan acara pembelajarannya supaya sasaran/target pembelajaran yang dapat tercapai sesuai harapan. Dalam skala mikro/sempit, orientasi utama evaluasi acara ditujukan kepada problem metode pembelajaran. 

Sebaliknya, evaluasi juga dilakukan pada skala makro/luas yang dititikberatkan pada problem efisiensi pelaksanaan, yaitu berkenaan dengan taktik dan pelaksanaan program. Oleh alasannya ialah itu, evaluasi pada skala makro akan lebih baik bila dilakukan oleh pihak luar/pihak independen (Bambang Subali, 2012: 7). Jika evaluasi hasil berguru pada masa lalu hanya untuk mengetahui sejauh mana isi/materi atau materi bimbing sudah dikuasai oleh subjek belajar, sekarang evaluasi hasil berguru lebih diorientasikan kepada seberapa jauh sasaran-sasaran pendidikan telah dapat dicapai dan disertai pula dengan pelacakan peran banyak sekali faktor penentu aktualisasi proses pembelajaran (Bambang Subali, 2012: 8). 

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan mengenai konsep serta contoh dari evaluasi mikro dan makro dalam pendidikan. 

1. Evaluasi Mikro 
Sebagaimana yang telah diuraikan, evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi yang dilakukan dalam lingkup pembelajaran di kelas, yang pada umumnya dilakukan oleh guru. Atau dapat dipahami bahwa evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi hasil berguru akseptor didik. Evaluasi mikro ini dapat dijelaskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, perihal Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 ayat (1): Evaluasi hasil berguru akseptor didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil berguru akseptor didik secara berkesinambungan.

Djemari Mardapi (2012: 29) mengategorikan evaluasi pembelajaran menjadi dua kategori, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk mengetahui konsep mana yang belum dipahami sebagian besar akseptor didik. Kemudian, diikuti dengan kegiatan remedi, yaitu menjelaskan kembali konsep-konsep tersebut. Sedangkan, evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan akseptor didik. Nilai yang dicapai akseptor didik ditetapkan lulus atau tidak. Evaluasi sumatif bisa terdiri atas beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian. Hal ini harus dijelaskan kepada akseptor didik di awal pelajaran, yaitu perihal penentuan nilai akhir. Bobot dari tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan final semester harus dijelaskan pada akseptor didik. 

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nitko dan Brookhart (2011: 7) yang menyatakan bahwa, evaluasi hasil berguru akseptor didik dapat dilakukan berdasarkan tujuan formatif maupun sumatif. Evaluasi formatif yang diperoleh melalui penilaian formatif yang merupakan penentuan kualitas prestasi berguru akseptor didik dikala proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar, pertanyaan terbuka di kelas, maupun observasi. Sedangkan penilaian sumatif prestasi berguru akseptor didik bermakna penentuan kualitas prestasi berguru akseptor didik sesudah pembelajaran berlangsung secara menyeluruh. Pemberian laporan hasil berguru akseptor didik dalam bentuk buku atau kartu laporan hasil berguru akseptor didik.

Sedangkan Bambang Subali mengemukakan bahwa, berdasarkan tujuannya evaluasi mikro dapat dibagi menjadi tiga, yaitu evaluasi formatif, sumatif dan penempatan. Berikut pengertian mengenai evaluasi formatif, sumatif dan penemapatan menurut Bambang Subali.  

a.Evaluasi sumatif didasarkan pada kumulatif hasil penilaian sumatif subjek berguru dalam menempuh program. Dalam hal ini pengertian penilaian sumatif ialah hasil final dari subjek berguru menempuh suatu program. Misalnya, nilai sumatif dalam suatu acara semester diperoleh melalui ulangan final suatu pokok bahasan (setelah dilakukan proses remedi bagi yang mengalami kegagalan dan dilakukan acara pengayaan bagi yang sudah menguasai target pembelajaran berdasarkan penilaian formatif), ulangan tengah semester, dan ulangan final semester. Adapun tujuan evaluasi suamtif ialah untuk:
1)    Menentukan nilai final seluruh akseptor penempuh acara pembelajaran, supaya dapat dinyatakan 
       berhasil atau gagal. Bila berhasil maka akan dapat diberi akta alasannya ialah ia telah menguasai 
       kecakapan atau keterampilan tertentu yang ditargetkan dalam acara pembelajaran yang 
       dirancang;
2)    Meramalkan kecakapan subjek berguru dalam menyelesaikan program/semester berikutnya;
3)    Menetapkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan suatu acara pembelajaran;
4)    Dalam konteks untuk seleksi, menyerupai seleksi masuk, berarti menetapkan yang layak lolos 
        seleksi. Bila untuk seleksi menetapkan juara mewakili satuan pendidikan yang bersangkutan, 
      berarti menetapkan siapa yang lolos seleksi menjadi wakil satuan pendidikan yang bersangkutan. 

b. Evaluasi formatif didasarkan pada hasil penilaian formatif selama subjek berguru sebagai penempuh acara pembelajaran mengikuti proses pembelajaran dalam kaitannya dengan penyelenggaraan acara dan tujuannya untuk :
1)  Menetapkan langkah-langkah/urutan kegiatan berguru selanjutnya supaya supaya lebih efektif dan 
      efisien;
2)   Pendalaman dan pemaantapan penguasaaan perilaku yang ditargetkan;
3)  Mendiagnosis kesulitan belajar, daalam arti bahwa subjek berguru yang mendapat nilai jelek 
      identik belum menguasai perilaku yang ditargetkan;
4)   Mencari cara mengatasi kesulitan berguru bila subjek berguru dinyatakan gagal, berdasar kegiatan 
       berguru yang telah dilakukan;
5)   Umpan balik bagi guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran sehingga mengetahui seberapa 
      jauh tujuan yang ditetapkan sudah dicapai;
6)   Meramalkan seberapa jauh keberhasilan akseptor acara berguru dalam mengikuti penilaian 
      sumatif;
7)   Mengetahui seberapa jauh seluruh subjek berguru sebagai penempuh acara pembelajaran akan 
      berhasil dalam mengikuti proses pembelajaran hingga final program, berdasar kecakapan dan 
       keterampilan yang dikuasainya sekarang, dalam konteks bahwa subjek berguru sebagai masukan;
8)   Mengetahui subjek berguru yang mana yang harus dibantu melalui acara remedi supaya ia dapat 
       berhasil menempuh acara yang ditempuh;
9)   Mendiagnosis penyebab kegagalan subjek berguru dalam menguasai kemampuan yang 
       ditargetkan dari acara pembelajaran yang diselenggarakan. 

c. Evaluasi penempatan didasarkan pada hasil penilaian terhadap subjek sebelum menempuh acara pembelajaran, dan bertujuan untuk :
1) Mengetahui penguasaan kemampuan prasyarat yang diharapkan dalam KBM yang akan 
     diselenggarakan;
2) Menjajagi penguasaan subjek berguru sebagai akseptor acara terhadap kemampuan yang 
    ditargetkan;
3) Meneliti interes, langgam belajar, ataupun karakteristik personal subjek berguru sebagai peserta 
    acara pembelajaran;
4) Mendiagnosis kemampuan subjek berguru yang mengalami kegagalan dalam menguasai 
     kemampuan prasyarat yang diperlukan.

Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah disampaikan dapat dipahami bahwa evaluasi mikro berkaitan dengan evaluasi berguru akseptor didik, yang dilakukan dalam lingkup kelas dan biasanya dilakukan oleh guru sebagai pelaksanan proses pembelajaran. Secara mendasar evaluasi berguru akseptor didik dikategorikan menjadi evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif umumnya dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, yang ditujukan untuk memperoleh info prestasi berguru akseptor didik, umpan balik dari proses pembelajaran dan info bagi guru mengenai proses pembelajaran. Sedangkan, evaluasi sumatif, dilakukan di final semester atau final proses pembelajaran, yang ditujukan untuk memperoleh info menyeluruh mengenai hasil berguru akseptor didik, sehingga dapat diambil keputusan atau kebijakan mengenai keberlanjutan berguru akseptor didik. Selain itu, bagi guru evaluasi sumatif ini bermanfaat untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi dari acara pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Kemudian, evaluasi mikro ini umumnya masih beracuan pada satu aspek saja untuk dievaluasi, yakni aspek kognitif. Padahal sebagaimana yang dipahami, untuk menentukan ketercapaian hasil berguru akseptor didik perlu memperhatikan aspek lain yang secara mendasar berkaitan dengan acara pembelajaran, misalnya aspek afektif dan psikomotorik. 

2. Evaluasi Makro
Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, evaluasi makro memiliki cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan evaluasi mikro. Secara mendasar, evaluasi makro berkaitan dengan adanya acara yang telah dilaksanakan, kemudian barulah kita dapat melaksanakan evaluasi makro. Dalam konteks acara pendidikan, Bambang Subali menjelaskan, suatu acara termasuk di dalamnya acara pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kurikulum, ialah suatu kegiatan yang berkala yang lengkap dengan rincian tujuan beserta jenis-jenis komponen kegiatan pembelajarannya, menyerupai tujuan, strategi, materi/bahan ajar, sumber berguru dan alokasi waktu. Oleh alasannya ialah itu, apakah suatu acara yang diimplementasikan benar-benar berharga, diharapkan adanya evaluasi. Evaluasi yang dimaksud ialah suatu proses yang sistematis yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dari acara yang bersangkutan (Bambang Subali, 2012: 3).

Djemari Mardapi (2012: 31) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: untuk meningkatkan kualitas proses dan untuk menentukan apakah acara diteruskan atau tidak. Secara lebih rinci tujuan evaluasi acara pembelajaran ialah sebagai berikut:
1.    Untuk menentukan apakah suatu acara mencapai tujuan;
2.    Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran;
3.    Untuk menentukan apakah acara sudah tepat;
4.    Untuk mengetahui besarnya rasio cost/benefit acara ;
5.    Untuk menentukan siapa yang harus berpartisipasi pada acara mendatang; 
6.    Untuk mengidentifikasi siapa yang memperoleh manfaat secara maksimum dan yang minimum. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari evaluasi acara ialah untuk memperoleh info mengenai acara yang telah dijalankan, sehingga dapat diambil keputusan atau kebijakan untuk melanjutkan program, memperbaiki acara atau tidak melanjutkan acara tersebut.
Untuk melaksanakan evaluasi program, dapat digunakan beberapa model evaluasi. Berikut ini beberapa model evaluasi yang umumnya digunakan: CIPP Model, goal oriented, goal free dan model Kirkpatrick’s. 

1. CIPP (Context, Input, Process, Product)
The CIPP evaluation model is a comprehensive framework for guiding evaluations of programs, projects, personel, product, institutions and system. The concept of evaluation underlying the CIPP model is that evaluation should assess and report an entity’s merit, worth and significance and also present lessons learned. Atau secara sederhana dapat dipahami bahwa model CIPP berorientasi untuk pengambilan keputusan. Model ini terbagi menjadi empat kegiatan, yaitu: Context evaluation, input evaluation, process evaluatioan dan product evaluation. 

2.Goal Oriented/Evaluasi berdasarkan tujuan akan melihat tujuan acara yang akan dievaluasi. Dalam lingkup pendidikan misalnya, evaluasi difokuskan pada pencapaian tujuan pendidikan “sejauh mana tujuan program/pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai”.  Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh prestasi berguru akseptor didik, kinerja guru, efektivitas PBM, dan kualitas layanan prima. Hasil pengukuran dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelum acara dilaksanakan atau dengan kriteria standar Mardapi, 2012: 35). 

3. Evaluasi model Stake digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan/perkembangan dari suatu lembaga dengan mengukur kondisi sebelum dan sesudah program, kemudian membandingkan dari kedua hasil pengukuran (Djemari Mardapi, 2012: 35). Atau dapat dikatakan acara yang dijalankan apakah menghipnotis kondisi suatu lembaga atau tidak, sehingga perlu di evaluasi. 

4.Evaluasi model goal free (bebas tujuan) merupakan evaluasi yang tidak mendasarkan pada tujuan yang hendak dicapai dari suatu program. Model ini lebih mengorientasikan ketercapaian suatu acara berdasarkan pihak eksternal sebagai pihak yang menggunakan/memiliki kepentingan dengan output dari acara yang bersangkutan. Djemari Mardapi (2012: 35) menjelaskan, ditinjau dari konteks evaluasi pendidikan, goal-free bukan berarti bahwa evaluator buta atau tidak mau tau perihal tujuan program. Namun, evaluator membatasi diri untuk tidak terlalu fokus pada tujuan supaya terhindar dari bias. Evaluasi goal-free, fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari acara yang diimplementasikan. 

5.Model Kirkpatrick’s, menekankan evaluasi pada empat hal, yaitu reaction, learning, behavior dan result. Reaction maksudnya ialah apakah akseptor senang dengan acara yang diberikan (mengukur reaksi akseptor terhadap program); learning, berkaitan dengan apa yang dipelajari akseptor dalam acara yang bersangkutan; behavior, berkaitan dengan apakah terdapat perubahan sikap akseptor berdasarkan apa yang telah dipelajari melalui acara yang telah diberikan/diikuti; dan result berkaitan dengan apakah perubahan pada perilaku akseptor menghipnotis kemajuan lembaga/organisasi. 

Sumber Pustaka
Bambang Subali. (2012). Prinsip Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran. UNY Press: Yogyakarta.
Djemari Mardapi. (2012). Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Yuha 
       Medika.
Nitko, A.J., & Brookhart, S.M. (2011). Educational assessment of students. Boston: Pearson 
     Education, Inc.







Sumber http://www.eurekapendidikan.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pengertian, Tujuan dan Jenis Evaluasi Dalam Pendidikan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel