Sebuah Pengantar Pengertian Dimensi Kognitif Menurut Marzano dan Peggy Detmer
Dimensi Kognitif Menurut Marzano dan Peggy Dettmer
Eurekapendidikan.com - Pemahaman mengenai dimensi kognitif pada kenyataannya tidak hanya berhenti pada Anderson dan Krathwohl. Selain, Bloom, Anderson dan Krathwohl, terdapat beberapa pakar pendidikan yang juga berbagi teori mengenai dimensi kognitif, salah satunya ialah Marzano. Marzano ialah pakar pendidikan yang berbagi the dimension of thinking. Dimension of thinking dari Marzano terdiri atas: metacognition, critical and creative thinking, thinking processes, core thinking skills and the relationship of content-area knowledge to thinking. Marzano menyatakan bahwa dimension of thinking bukan berasal dari taksonomi, dan juga bukan sebuah hierarki. Berikut ini merupakan penjelasan dari dimension of thinking Marzano (1988: 17),
The first dimension, metacognition, refers to our awareness and control of our own thinking. For example, students belief about themselves and about such things as the value of persistence and the nature of work will heavily indence their motivation, attention and effort for any given tasks. Critical and creative thinking, we consider this dimension to include these two different but related ways of characterizing thinking. We conceive of thinking process, such as concept formation, comprehension, decision making and problem solving, as another dimension of thinking. We refer to these more micro-level operations as core thinking skills. They are best described as basic cognitive operations used in metacognitive reflection and in the thinking process. The skills of comparing and classifying, for example, are use frequently in decision making and problem solving
Secara sederhana, dapat diartikan bahwa, dimensi pertama, metakognisi, mengacu pada kesadaran dan kontrol terhadap pemikiran sendiri. Misalnya, siswa memiliki keyakinan wacana diri mereka sendiri dan upaya yang akan dilakukan untuk setiap peran yang diberikan. Sedangkan, pada berpikir kritis dan kreatif, kita mempertimbangkan bahwa dimensi ini mencakup dua cara yang berbeda tetapi terkait karakteristik pemikiran. Kami memahami proses berpikir, menyerupai pembentukan konsep, pemahaman, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, sebagai dimensi lain dari berpikir. Kami mengacu pada operasi tingkat mikro ini lebih sebagai keterampilan berpikir inti. Mereka digambarkan sebagai operasi kognitif dasar yang digunakan dalam refleksi metakognitif dan dalam proses berpikir. Keterampilan membandingkan dan mengklasifikasikan, misalnya, digunakan sering dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Selain dimensi kognitif yang dikemukakan oleh Marzano, ada pula andal lain yang berbagi dimensi kognitif, menyerupai yang dilakukan oleh Peggy Dettmer. Berbeda dengan Anderson-Krathwohl dan Marzano yang hanya berfokus pada ranah kognitif, Dettmer menunjukkan pemahaman yang gres pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Hal tersebut dilakukan oleh Dettmer, dengan alasan taksonomi memang perlu direvisi secara menyeluruh untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dettmer mengklasifikasikan potensi insan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan berkaitan dengan empat domain atau aspek, yakni kognitif, afektif, sosial dan sensorimotor. Keempat domain tersebut dalam aktualisasi pembelajaran membentuk unity (kesatuan) yang membentuk siswa sebagai pembelajar. Taksonomi menurut Peggy Dettmer dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Taksonomi Menurut Peggy Dettmer
No | Domain Kognitif | Domain Afektif | Domain Sensorimotor | Domain Sosial | Kesatuan (Unity) |
Pembelajaran Dasar | Realisme | ||||
1 | Mengetahui (know) | Menerima (receive) | Mengamati (observe) | Menghubungkan (relate) | Merasa (perceive) |
2 | Memahami (comprehend) | Menanggapi (respond) | Beraksi (react) | Berkomunikasi (communicate) | Mengerti (understand) |
Pembelajaran Terapan | Pragmatisme | ||||
3 | Menerapkan (apply) | Menilai (value) | Beraktivitas (act) | Berpartisipasi (participate) | Menangani atau berbuat untuk mencapai sesuatu (use) |
4 | Menganalisis (analysis) | Mengorganisasi (organize) | Beradaptasi (adapt) | Bernegosiasi (negotiate) | Menemukan penyebab perbedaan (differentiate) |
5 | Mengevaluasi (evaluate) | Menginternalisasi (internalize) | Melakukan acara yang sesungguhnya (authenticate) | Memutuskan berdasarkan pertimbangan (adjudicate) | Memvalidasi atau menandakan yang bekerjsama (validate) |
Pembelajaran Ideasional | Idealisme | ||||
6 | Menyintesis (synthesize) | Mengkarakterisaasi (characterize) | Mengharmonisasikan beberapa hal (harmonize) | Berkolaborasi (collaborate) | Berintegrasi (integrate) |
7 | Berimajinasi (imagine) | Mengaggumi (wonder) | Berimprovisasi (inprovise) | Berinisiatif (initiate) | Berani menempuh resiko (venture) |
8 | Berkreasi (create) | Beraspirasi (aspire) | Berinovasi (innovate) | Mengkonversi ke hal gres (convert) | Melakukan sesuatu yang orisinil (originate) |
Sumber: Dettmer, 2006: 73
Melalui taksonomi Dettmer tersebut, dapat dipahami juga akan adanya hierarki pembelajaran, yakni pembelajaran dasar (basic learning), pembelajaran terapan (applied learning) dan pembelajaran ideasional (ideational learning).
Pembelajaran dasar merupakan karakteristik dari realisme. Pembelajaran ini berkaitan dengan domain kognitif mengetahui dan memahami. Sehingga, pembelajaran lebih menekankan pada hal-hal yang perlu dipahami penerima didik. Pembelajaran lebih bersifat transformatif. Pada pembelajaran terapan yang merupakan karakteristik dari pragmatisme, berkaitan dengan domain kognitif menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi. Melalui hal tersebut dapat dipahami bahwa proses pembelajaran bagi penerima didik bersifat penerapan atau kemampuan untuk melaksanakan sesuatu. Sedangkan pembelajaran ideasional merupakan karakteristik dari idealisme. Dalam hal ini, penerima didik lebih didorong untuk menemukan hal gres melalui proses sintesis. Sedangkan, pada jenjang imajinasi dan kreasi dapat diketahui dengan aneka macam cara. Bambang Subali (2012: 48-49) mengemukakan bahwa,
Jenjang imajinasi dapat dilacak dengan kemampuan penerima didik membuat prediksi-prediksi ke depan dengan menggunakan kemampuan menganalisis data yang menandakan keadaan sekarang atau masa lalu. Jenjang kreasi dapat dilacak dari kemampuan penerima didik melalukan (1) penyederhanaan (simplifikasi) untuk menghasilkan cara atau alat yang lebih sederhana tapi bisa menandakan fungsi atau kinerja yang sama, (2) mengkombinasi bentuk atau peralatan yang sudah ada untuk menghasilkan bentuk atau alat gres yang menandakan perpaduan fungsi atau fungsi baru, (3) pembiasaan atau menyesuaikan untuk menerapkan suatu cara atau alat pada situasi baru, (4) modifikasi cara atau alat gres dari yang sudah ada sehingga dapat digunakan untuk situasi baru, (5) menggunakan suatu cara atau alat yang digunakan pada hal-hal lain, (6) mengeliminasi atau membuang sebagian dari suatu cara atau alat supaya dapat dimanfaatkan lebih efisien, (7) memutarbalikan suatu kondisi atau prosedur sehingga menghasilkan suatu keadaan baru, dan (8) subtitusi atau penggantian suatu alat atau cara atau prosedur untuk mengetaahui jawaban yang terjadi.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan, dapat dipahami bahwa untuk dapat melaksanakan penilaian terhadap dimensi kognitif penerima didik, dibutuhkan penilaian yang tepat. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Leighten & Gierl (2007: 5), “students thinking on academic tasks cannot be observed and evaluated directly. Rather, students thinking must be judged indirectly from their performance on a given task”. Dengan demikian, dengan menggunakan taksonomi kognitif, akan dapat dikembangkan penilaian yang sempurna sehingga dapat menganalisis kemampuan kognitif penerima didik secara tepat.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan, dapat dipahami bahwa seiring berkembangnya zaman, taksonomi Bloom telah banyak dikembangkan oleh beberapa pakar pendidikan untuk dapat menyesuaikan dengan dinamika dikala ini. Bloom sendiri pada tahun 1971 pernah mengemukakan biar taksonomi tersebut dapat terus dikembangkan dengan diubahsuaikan dengan setiap karakteristik mata pelajaran. Sehingga setiap mata pelajaran memiliki abjad taksonomi pencapaian tertentu.
Meskipun telah banyak yang berbagi taksonomi Bloom, namun yang perlu dipahami ialah pada kurikulum pendidikan nasional sendiri, taksonomi yang masih digunakan ialah taksonomi Bloom dan pada ranah kognitif menggunakan taksonomi Anderson dan Krathwohl, yang berkaitan dengan dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Penggunaan taksonomi Anderson-Krathwohl tercermin dalam kompetensi yang berupaya dicapai dalam pembelajaran serta orietasi pembelajaran yang ada pada pola pelaksanaan pembelajaran.
Sumber Pustaka
Anderson, L. & Krathwohl (2010). Kerangka landasan untuk pembelajaran, pengajaran dan asesmen. (Terjemahan Agung Prihantoro). New York: Addison Wesley Longman Inc. (Buku asli diterbitkan tahun 2001).
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of educational objectives. Michigan: David McKay Company Inc.
Dettmer, P. (2006). New Blooms in estabilished fields: four domains of learning and doing. ProQuest Education Journals. 28, 70.
Marzano, R. J. (1988). Dimensions of thinking. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Sumber http://www.eurekapendidikan.com
0 Response to "Sebuah Pengantar Pengertian Dimensi Kognitif Menurut Marzano dan Peggy Detmer"
Post a Comment